'> IPK 3,98, anak buruh tani ini akan lanjutkan kuliah ke Belanda - TWEET
Select Menu

ANEH

INFO

LIFE STYLE

MENARIK

UNIK

YOUR STORY

WONG CILIK

» » IPK 3,98, anak buruh tani ini akan lanjutkan kuliah ke Belanda



TWEET CO.ID - Prestasi membanggakan, atau sekolah yang tinggi tak harus datang dari keluarga yang berkecukupan. Keterbatasan ekonomi keluarga, tidak menghalangi seseorang untuk menggapai cita-cita setinggi langit.

Meskipun berasal dari keluarga buruh tani yang bergelut dengan kemiskinan, Angga Dwituti Lestari, anak kedua pasangan Supriyanto dan Sugiyarto, warga desa Cibuk Lor I, Margoluwih, Sayegan, Sleman, Yogyakarta ini bisa menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah, dengan mencetak Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,98.

Angga, gadis kelahiran Sleman 21 Februari 1992 tersebut mampu membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi bukan penghalang untuk berprestasi. Gadis yang akrab disapa Eng tersebut, memang sejak kecil selalu berprestasi. Berbagai lomba seperti cerdas cermat, lomba pidato Bahasa Mandarin, Bahasa Inggris, membaca Al Qur'an, pernah diikutinya dan beberapa kali mencetak juara.

"Memang sejak kecil saya berlatih memacu diri saya untuk berprestasi. Meskipun juara, orangtua tidak pernah memberikan hadiah mewah, cukup mengajak saya dan kakak saya makan mie ayam di warung biasa," ujar Angga dengan mata berkaca-kaca, saat mengenang masa kecilnya.

Tak hanya itu, Eng yang ditemui merdeka.com di kampus UNS, semenjak kecil sudah terbiasa hidup serba kekurangan. Selain berasal dari keluarga miskin yang terbelit utang, kedua orangtuanya juga hanya bekerja sebagai buruh tani, yang hanya cukup untuk makan seadanya.

"Sejak kecil saya makan nasi dengan lauk kerupuk saja. Atau sayuran yang dipetik di sekitar rumah. Makan mie ayam bagi kami sudah sangat istimewa. Sampai sekarang orangtua saya masih seperti itu. Setiap makan enak ya mie ayam. Mereka tidak mau, saya ajak makan di rumah makan, meskipun saya lagi ada rezeki sedikit," kenangnya.

Ketidakmampuan kedua orang tuanya tak membuat Eng patah semangat. Semenjak SMP, Eng sudah harus bekerja untuk membantu uang sekolah. Bahkan semasa SMA hingga kuliah, kedua orangtuanya sama sekali tak bisa membiayai pendidikannya. Namun dengan kesederhanaan itu ternyata mampu memacu semangatnya untuk meraih pendidikan tinggi. IPK yang dicapainya selama kuliah di Jurusan Biologi selalu 4, hanya satu semester saja dia mendapatkan IPK 3,86.

"Saya juga pernah mewakili UNS ke Jerman untuk program World Student Environment Summit 2013 lalu. Sekarang ini saya masih menunggu pengumuman untuk bisa melanjutkan kuliah S2 di Leiden University, Belanda melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Afirmasi. Insya Allah dua tahun selesai atau mudah-mudahan lebih cepat selesai kayak di UNS, harusnya kan 4 tahun tapi 3,5 tahun selesai," katanya.

Usaha jus organik dan mengajar les untuk biaya kuliah

Kondisi serba kekurangan tak lantas membuat gadis yang bercita-cita menjadi pengajar ini berhenti mengenyam pendidikan. Untuk bisa kuliah di UNS, gadis yang pintar mengaji tersebut harus bekerja keras. Meskipun telah mendapatkan beasiswa bidik misi, tetapi untuk hidup di Kota Solo dirinya harus mau bekerja dengan menjadi guru les dan bahkan membuat usaha jus organik.

"Sejak duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga lulus kuliah, says tidak pernah meminta uang dari orangtua. Kalaupun diberi saku, pasti saya tabungkan," paparnya.

Selain harus bekerja, Eng juga sangat aktif di beberapa kegiatan dan organisasi. Saat ini, Eng juga aktif mengajar di karang taruna dan Al Qur'an di desanya secara suka rela. Eng meyakini, jika ingin berhasil, dirinya harus mau bekerja keras, serta tidak terlalu banyak tidur.

"Saya tidur hanya tiga jam sehari, bahkan pernah selama tiga hari tiga malam tidak bisa tidur karena harus menyelesaikan pekerjaan dan tugas," jelasnya.

Berkat kerja keras dan pengorbanan yang dilakukannya selama ini, terbukti telah membuahkan hasil. Dukungan doa dari orangtua dan kampus diakuinya sangat berperan besar dalam meraih cita-citanya. Selain mendapatkan beasiswa bidik misi, dari program kewirausahaan Eng mengaku juga mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha jus organiknya.

"Banyak bantuan dari kampus, UNS juga mensponsori saya untuk terbang ke Jerman," ucapnya bangga.

Selain orangtua dan kampus, dukungan dari teman-temannya kuliahnya juga sangat besar. Untuk urusan merawat giginya yang menggunakan kawat gigi atau behel itu pun, dia mengaku mendapatkan semuanya secara gratis dari seorang dokter gigi yang juga sahabatnya di kampus.

"Sebenarnya saya sempat bingung saat mengenakan behel, karena itu bertolak belakang dengan kondisi keluarga saya. Tetapi ini semua gratis dari dokter gigi yang juga sahabat saya, dia merawat gigi saya karena ada kelainan dengan gigi saya, untuk mengunyah sakit karena tidak sinkron," urainya.

Mengenai cita-citanya, Eng mengaku ingin menjadi seorang pengajar atau dosen. Menurutnya menjadi pengajar itu mempunyai kepuasan dan kebanggaan tersendiri.

"Dari kecil saya suka mengajar, baik di TPA, PMR maupun les. Sebab kalau misalnya saya sendiri tidak berprestasi, tapi orang-orang yang saya bagi ilmu berprestasi, atau menjadi juara kelas, tentu itu akan menjadi kebanggaan saya," pungkasnya. (Merdeka.Com)

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply

JEJAK